BAB I
PENGERTIAN PUASA DAN DASAR
PELAKSANAANNYA
A. Pengertian Puasa
Puasa menurut bahasa berarti menahan diri dari sesuatu serta
meninggalkannya. Menurut Ar-Raghib al Asfahani, puasa berarti menahan diri dari
melakukan sesuatu baik yang bersifat makan atau minum, bicara atau berjalan
Sedangkan menurut syara', puasa adalah Menahan diri dari makan dan minum
serta berhubungan badan (jima') disertai dengan niat dari sejak terbit fajar
sampai terbenamnya matahari, dan kesempurnaannya dengan meninggalkan segala hal
yang dilarang dan tidak terperosok ke dalam hal-hal yang diharamkan
B. Dasar Hukum Puasa
Dasar hukum disyariatkannya ibadah puasa adalah, berdasarkan Al-Qur'an,
hadits dan ijma' ulama'. Dasar hukum dari Al-Qur'an adalah:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
َ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa." (Al-Baqarah : 183)
C. Macam-macam Puasa
Puasa dalam syariat islam dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa
wajib dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
- Wajib karna waktu yang telah ditetapkan, yaitu puasa di bulan ramadhan
- Wajib karena suatu sebab tertentu, yaitu puasa kifarat
- Wajib karena seseorang mewajibkan atas dirinya sendiri, yaitu puasa nadzar
Sedangkah macam-macam puasa sunnah adalah sebagai
berikut:
- Puasa senin kamis
- Puasa Dawud
- Puasa Tiga hari setiap bulan
- Puasa Nifus Sa'ban
- Puasa tanggal 9 Dzulhijjah
- Dan Sebagainya
D. SYARAT-SYARAT PUASA
Menurut madzhab Syafi’i dalam kitab
Fathul Qorib syarat wajibnya puasa itu ada 4 (empat) yaitu:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
4. Mampu melaksanakan puasa
Catatan: syarat puasa adalah sesuatu yang harus terpenuhi
sebelum melaksanakan puasa.
Rukun puasa dalam madzhab Syafi’i
ada 4 (empat) berdasarkan kitab Fathul Qorib yaitu:
1. Niat dalam hati. Puasa dianggap
tidak sah tanpa disertai dengan niat yang dilakukan di malam hari sebelum subuh
(terbitnya fajar).
2. Menahan diri dari makan dan minum
walaupun sedikit.
3. Menahan diri dari jimak (melakukan
hubungan intim dengan suami/istri)
4. Menahan diri dari muntah yang
disengaja.
Catatan: rukun puasa adalah sesuatu yang harus
dilakukan saat pelaksanaan puasa.
Niat diucapkan dalam hati tapi boleh
juga sekaligus diucapkan secara lisan. Niat puara Ramadhan harus diucapkan
malam hari mulai awal malam (terbenam matahari) sampai sebelum waktu Subuh.
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ عَنْ اَدآءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى
Artinya: Saya niat puasa besok untuk melaksanakan
kewajiban puasa Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.
Berikut perkara-perkara yang
membatalkan puasa Ramadhan atau puasa sunnah.
1. Sampainya sesuatu benda padat atau
cair ke dalam perut/rongga atau kepala seperti mulut, kuping, dll atau yang
tertutup
2. Sampainya sesuatu benda padat atau
cair ke dalam perut/rongga yang tertutup.
3. Masuknya obat melalui jalan depan
(kemaluan) atau belakang (anus).
4. Muntah secara sengaja.
5. Hubungan intim (jimak) suami istri
dengan sengaja.
6. Keluar sperma selain jimak seperti
onani, mengkhayal, atau mencium istrinya.
7. Haid
8. Nifas.
9. Gila
10. Murtad atau keluar dari Islam.
CATATAN:
i.
Yang
dimaksud jalan/lobang/rongga terbuka (al-jauf al-munfatihi dalam poin 1 adalah
mulut, hidung, mata, kuping, lubang/saluran kencing, dubur (anus), jalan depan
(qubul/kemaluan).
ii.
Intinya
adalah orang yang puasa harus menahan diri (imsak) dari masuknya sesuatu benda
ke dalam sesuatu yang disebut al-jauf (perut/rongga dalam tubuh).
Puasa Ramadhan pada bulan Ramadhan
itu wajib kecuali orang-orang yang berada dalam keadaan di bawah ini yang boleh
tidak puasa tapi tetap wajib qadha
(mengganti) di hari
lain:
1. Safar/musafir (perjalanan)
2. Sakit.
3. Mengandung dan menyusui.
4. Jompo, atau usia lanjut.
1.
Sahur walaupun dengan seteguk air,
2.
Menyegerakan berbuka (takjil).
3.
Berdo’a ketika akan berbuka.
4.
Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal hal yang bisa mengurangi
pahala puasa.
5.
Berusaha untuk mandi janabah atau mandi setelah haidh atau nifas sebelum
fajar, agar puasanya sejak pagi sudah dalam keadaan suci, walaupun jika mandinya dilakukan setelah fajar tetap puasanya dianggap sah.
fajar, agar puasanya sejak pagi sudah dalam keadaan suci, walaupun jika mandinya dilakukan setelah fajar tetap puasanya dianggap sah.
6.
Memberi makan pada orang lain untuk berbuka puasa, baik makanan ringan,
minuman atau lainnya, walaupun yang lebih utama adalah yang mengenyangkan.
minuman atau lainnya, walaupun yang lebih utama adalah yang mengenyangkan.
7.
I’tikaf, terutama pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhan.
1. Puasa wishol (dua hari bersambung
tanpa berbuka).
2. Melakukan hubungan mesra dengan
istri tanpa bersetubuh, seperti mencium, meraba, dan lain lain, karena
dikhwatirkan bisa mengeluarkan air mani yang bisa membatalkan puasa, dan
dikhawatirkan jatuh dalam persetubuhan yang haram untuk dilakukan, yang bisa
memberatkan dalam hukuman.
3. Berlebih lebihan dalam melakukan hal
yang mubah, seperti mencium wangi-wangian disiang hari bulan Ramadhan.
4. Mencicipi makanan, karena
dikhawatirkan bisa tertdlan dan bisa tercampur ludah yang kemudian tertelan.
5. Berkumur dan istinsyaq (menghirup
air dengan hidung) secara berlebihan, karena dikhwatirkan bisa tertelan yang mengakibatkan
puasanya menjadi batal.
Perilaku yang membuat puasa seseorang tetapi sah, tapi
tidak mendapat pahala dan fadhilah puasa
1. Ghibah (gosip)
2. Adu domba
3. Berbohong
4. Memandang lawan jenis dengan syahwat
5. Sumpah palsu.
6. Berkata jorok, porno atau jelek
2. Adu domba
3. Berbohong
4. Memandang lawan jenis dengan syahwat
5. Sumpah palsu.
6. Berkata jorok, porno atau jelek
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa: berbohong, ghibah (gosip), adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “ (H.R. Anas)
Artinya: Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa: berbohong, ghibah (gosip), adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “ (H.R. Anas)
Orang yang tidak puasa Ramadhan baik karena sengaja
atau tidak atau karena ada udzur memiliki kewajiban-kewajiban tertentu sesuai
dengan sebab tidak puasanya sebagai berikut:
Orang-orang yang tidak puasa karena
sebab-sebab di atas harus mengganti (qadha) puasanya pada hari lain di luar
bulan Ramadhan.
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah
2:185:
Artinya: Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Ibu yang menyusui yang tidak puasa
Ramadhan ada dua tipe:
·
Tidak puasa
karena takut atas kesehatan dirinya seperti akan berakibat sakit maka boleh
tidak berpuasa dan wajib meng-qadha tanpa harus membayar kafarat/fidyah.
·
Tidap puasa
karena kuatir akan kesehatan anaknya seperti takut sedikitnya ASI (Air Susu
Ibu), ia boleh tidak puasa Ramadan tapi wajib mengganti (qadha) dan membayar
kaffarah/fidyah 1 (satu) mud untuk setiap hari yang ditinggalkan.
·
Tidak puasa
karena takut atas kesehatan dirinya seperti akan berakibat sakit maka boleh
tidak berpuasa dan wajib meng-qadha tanpa harus membayar kafarat/fidyah.
·
Tidap puasa
karena kuatir akan kesehatan anaknya seperti takut gugurnya kandungan, ia boleh
tidak puasa Ramadan tapi wajib mengganti (qadha) dan membayar kaffarah/fidyah 1
(satu) mud untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Pasutri (pasangan suami istri) yang
melakukan hubungan seks/intim (jimak) pada siang hari bulan Ramadhan dalam
keadaan berpuasa maka puasanya batal. Keduanya wajib
·
meng-qadha
puasanya; dan
·
membayar
kaffarah/denda berupa:
i.
memerdekakan
budak perempuan yang muslim; atau
ii.
puasa 2
bulan berturut-turut; atau
iii.
memberi
makan 60 orang miskin/fakir masing-masing 1 (satu) mud atu 6.75 ons.
Orang-orang ini boleh tidak berpuasa
apabila tidak mampu melakukannya. Tidak wajib meng-qadha (mengganti) puasa yang
ditinggalkan. Tapi wajib membayar kaffarah/fidya berupa memberi makan orang
miskin 1 (mud)/6.75 ons beras setiap hari.
M. DALIL DALIL TENTANG PUASA
Dalil-dalil tentang kewajiban puasa
Ramadhan sangatlah banyak dalam nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah. Di antaranya
adalah firman Allah Ta’âla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ
خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di
antara kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib
berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa),
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya.
Berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh
karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit
atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari
yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian
mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” [Al-Baqarah:
183-185]
Dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa puasa
adalah salah satu rukun Islam yang agung dan mulia,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ
عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ،
وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi):
Syahadat Lâ Ilâha
Illallâh wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berhaji ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.”
Juga dalam hadits Thalhah bin Ubaidullah radhiyallâhu
‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, ketika seorang A’raby bertanya kepada
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, beliau bersabda,
خَمْسُ
صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ
: لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ وَصِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ
غَيْرُهُ فَقَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ
: لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ
وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ مِنْهُ. فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ .
“Shalat lima waktu (diwajibkan) dalam sehari dan
semalam.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau
menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah. Juga puasa Ramadhan.” Maka,
ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak
ada, kecuali hanya ibadah sunnah,” dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
(kewajiban) zakat terhadapnya. Maka, ia berkata, ‘Apakah ada kewajiban lain
terhadapku?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah.”
Kemudian, orang tersebut pergi seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan
menambah di atas hal ini dan tidak akan menguranginya.’ Maka, Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia telah beruntung apabila jujur.’.”
Selain itu, hadits yang semakna dengan ini
diriwayatkan pula oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallâhu
‘anhu, dan diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Jâbir bin Abdillah radhiyallâhu
‘anhumâ.
Selanjutnya, dalil lain terdapat dalam hadits Umar bin
Khaththab radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim ,dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu
‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, tentang kisah Jibril yang masyhur
ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Ketika ditanya tentang
Islam, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإِسْلاَمُ
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ
الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً.
“Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa tiada yang
berhak untuk diibadahi kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul
Allah, engkau menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, serta
berhaji ke rumah (Allah) bila engkau sanggup menempuh jalan untuk itu.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama bersepakat
bahwa siapapun yang mengingkari kewajiban puasa dianggap kafir, keluar dari
Islam, dan dianggap telah mengingkari suatu perkara, yang kewajibannya telah
dimaklumi secara darurat dalam syariat Islam.
Seluruh dalil di atas menunjukkan keutamaan puasa
yang sangat besar dan menunjukkan bahwa betapa agung nikmat dan rahmat Allah
bagi umat Islam.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dan Rasul-Nya telah
menjelaskan berbagai macam keutamaan puasa secara umum dan keutamaan puasa
Ramadhan secara khusus. Agar kita dapat bersegera dalam hal menggapai rahmat
Allah dan bergembira terhadap karunia dan nikmat-Nya, berikut ini, kami
menyebutkan beberapa keutamaan puasa. Di antaranya adalah:
Pertama, ampunan dan pahala yang sangat
besar bagi orang yang berpuasa.
Allah Jalla Tsanâ`uhu menyebutkan
sederet orang-orang yang beramal shalih, yang di antara mereka adalah
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka
dalam firman-Nya,
أَعَدَّ
اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…Allah telah menyediakan, untuk mereka, ampunan dan
pahala yang besar.” [Al-Ahzâb:
35]
Kedua, puasa adalah tameng terhadap api
neraka.
Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu
‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ
جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَسْخَبْ
فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّيْ امْرُؤٌ صَائِمٌ
“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari
kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia
banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia
berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
Juga dalam hadits Jâbir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh, dan
Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Imam Ahmad dan selainnya,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ
جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa merupakan tameng terhadap neraka, seperti
tameng salah seorang dari kalian pada peperangan.”
Ketiga,
puasa adalah pemutus syahwat.
Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu
‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ،
وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ
لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian
yang mampu menikah, hendaklah ia menikah karena hal tersebut lebih menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu,
hendaknya ia berpuasa karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pemutus
syahwatnya.”
Keempat,
orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah.
Hal tersebut karena puasa merupakan bagian kesabaran,
sementara sabar terbagi tiga: sabar dalam hal menjalankan ketaatan, sabar
dalam hal meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal menerima ketentuan Allah.
Orang yang berpuasa telah melakukan tiga jenis kesabaran ini seluruhnya, bahwa
ia sabar dalam hal menjalankan ketaatan yang diperintah dalam pelaksanaan
puasa, sabar dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang dan diharamkan
dalam pelaksanaan puasa, serta sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap
lapar, haus, dan kelemahan pada tubuh. Karena puasa merupakan bagian
kesabaran, wajar jika orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus yang tidak
terhingga sebagaimana orang yang sabar mendapat pahala seperti itu. Allah Subhânahu
wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّمَا
يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah
yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]
Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan.
Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi
Allah daripada bau wangian kasturi.
Tiga keutamaan yang disebut terakhir termaktub dalam
hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim
bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ
ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرَ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ
ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا
أَجْزِيْ بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ وَلِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipatgandakan
menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
‘Kecuali puasa. Sesungguhnya, (amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku
yang akan memberikan pahalanya karena (orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi orang yang berpuasa, ada dua
kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia
berjumpa dengan Rabb-nya.
Sesungguhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada
bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik Imam Muslim)
Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauhkan wajah
seseorang dari neraka sejauh perjalanan selama tujuh puluh tahun.
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَا مِنْ
عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ
الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan
Allah, kecuali, karena (amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauhkan
wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) selama tujuh puluh tahun.”
Kedelapan,
pintu khusus di surga bagi orang-orang yang berpuasa.
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ فِي
الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ
الصَّائِمُونَ فَيَدْخُلُونَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ
يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyân.
Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada
seorang pun yang melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang
yang berpuasa?’ Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka
telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang
melaluinya.”
Kesembilan,
puasa termasuk kaffarah (penggugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
فِتْنَةُ
الرَّجُلِ فِيْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا
الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ
عَنِ الْمُنْكَرِ
“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa,
anak, dan tetangganya dapat ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar
ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu
riwayat Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ
مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan
(dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di
antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi dosa besar.”
Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada beberapa
perkara seperti pelanggaran sumpah[1], zhihâr [2], sebagian amalan haji[3], pembunuhan Ahludz Dzimmah
‘orang yang berada di bawah perjanjian’ tanpa sengaja[4], dan pembunuhan hewan buruan saat
ihram[5].
Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang
mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam surga.
Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An-Nasâ`i,
Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata kepada
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمُرْنِيْ بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ . قَالَ
عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ.
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan
suatu amalan, yang dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda,
‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak ada bandingannya.’.”
Kesebelas,
puasa memberi syafa’at pada hari kiamat.
Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ
الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ
فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ
فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk
seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya
terhadap makanan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk
memberi syafa’at baginya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari
tidur malam, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau)
bersabda, ‘Maka, keduanya mendapat izin untuk mensyafa’ati (hamba)
tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-Marwazy, Al-Hâkim, dan
selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul Minnah
hal. 394-395)
Kedua
belas, pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka
ditutup, serta syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا جَاءَ
رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surgadibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”
Ketiga
belas, orang yang berpuasa pada Ramadhan, karena keimanan dan hal mengharap
pahala, dosa-dosanya diampuni.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan
dan hal mengharap pahola, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
ARTIKEL PERLU DT UPDATE
BalasHapusTRIA KASIH ATAS MASUKKANNYA..... SEMOGA SUKSES
Hapus