Tiada seorang muslim pun yang membesuk saudaranya yang
sakit, melainkan Allah mengutus baginya 70.000 malaikat agar mendoakannya kapan
pun di siang hari hingga sore harinya, dan kapan pun di sore hari hingga pagi
harinya. (musnad
ahmad 2/110, syaikh ahmad syakir mengatakan bahwa sanadnya shahih).
Syaikh Ahmad Abdurrahman al Banna dalam syarahnya
menjelaskan, ‘Shalawat malaikat bagi anak adam ialah dengan mendoakan agar
mereka diberi rahmat dan maghfirah. Sedang yang dimaksud dengan ‘kapanpun di
siang hari’ yakni waktu ia menjenguk. Jika ia menjenguknya di siang hari, maka
malaikat mendoakannya hingga sore hari dan bila ia menjenguknya di malam hari,
maka malaikat mendoakannya hingga pagi. Oleh karena itu, orang yang berniat
hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal siang, atau bersegera begitu malam
menjelang, agar semakin banyak didoakan malaikat.
‘Siapa yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiring
oleh 70.000 malaikat, semuanya memohonkan ampun untuknya hingga sore hari, dan
ia mendapat taman di jannah. Jika ia membesuknya di sore hari, ia akan diiring
oleh 70 ribu malaikat yang semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan
ia mendapat taman di jannah.’ (musnad ahmad 2/206, hadits 975. Syaikh ahmad
syakir menilai hadits ini shahih)
AKU SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK-KU!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pada hari
kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
‘Hai Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak
menjenguk-Ku.’
Dia berkata. ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana saya
menjenguk-Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?!’
Dia berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa hamba-Ku,
fulan, sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika kamu
menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di sisi-Nya.’
(diriwayatkan oleh Muslim, no. 2569)
HUKUM MENJENGUK ORANG SAKIT
Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan,
“Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita
untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhiundangan, menolong
orang yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang
yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin
emas, kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar),
dan istibraq (sutera tebal). (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)
Hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk
orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil-Maridh” (Bab
Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab shahih nya.
Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit
merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat
diri) nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi
mereka.
Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk
orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni wajib ‘ain, (melainkan wajib kifayah).
MANFAAT MENJENGUK ORANG SAKIT
Selain mendapat keutamaan sebagaimana hadits-hadits
yang disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki beberapa manfaat,
diantaranya:
- Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.
- Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.
- mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.
- mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.
- mendoakan si sakit
- melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.
MESKI SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK!
Hadits-hadits yang ada, menyuruh dan mengajurkan untuk
menjenguk orang sakit, baik yang sakit kecil maupun dewasa, anak-anak maupun
orang tua, dari kaum laki-laki maupun wanita. Sakit ringan maupun berat. Yang
sakit terpelajar atau bukan, orang kota maupun desa, pejabat maupun rakyat
jelata, miskin maupun kaya, mengerti makna menjenguk orang sakit atau pun
tidak.
Menjenguk orang sakit tetap dianjurkan, bahkan
terkadang, dalam kondisi tertentun menjadi wajib, tanpa melihat bentuk penyakit
tersebut, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini sudah mulai memudar di
antara kita, bahkan seringkali sebagian kita hanya merasa perlu menjenguk teman,
saudara, atau kenalan yang sakit; jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama
terbaring di rumah, hanya sedikit yang menjenguknya. Apalagi jika penyakit
tersebut digolongkan penyakit ringan. Padahal, nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjenguk salah seorang sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata
biasa, bukan sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk
orang yang sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang membicarakannya,
yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam menjenguk saya karena saya sakit mata.’ (lihat adabul mufrad, no.532)
MENJENGUK LAWAN JENIS?
Wanita boleh menjenguk laki-laki yang sedang sakit,
ataupun sebaliknya; meskipun bukan mahramnya. Akan tetapi, hal ini dengan
syarat aman dari fitnah, menutup aurat, dan tidak terjadi khalwat (berduaan
dengan lawan jenis).
Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan, Ketika
Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal
terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah,
bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari
no.5654)
Ibnu Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahal bin
Hanaif, ‘Bahwa dirinya diberitahu bahwasanya ada seorang wanita miskin yang
sedang sakit. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pun diberitahu
tentang sakitnya wanita tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dahulu suka menjenguk orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.” (HR.
Malik, Al Muwaththo’ no.531)
BOLEHKAH MENJENGUK ORANG MUSYRIK?
Menjenguk orang kafir oleh sabagian ulama dihukumi
makruh. Hal ini dikarenakan: secara implisit (tidak langsung) merupakan
penghormatan kepada mereka. (lihat At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/276).
Namun sebagia ulama yang lain berpendapat bolehnya
menjenguk orang kafir apabila ada harapan untuk masuk islam. Pendapat ini lebih
dekat kepada apa yang dilakukan oleh Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Anas bin Malik meriwayatkan, ‘Bahwasanya ada seorang
anak muda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Dia sakit, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya.
Kemudian beliau bersabda, ‘Masuklah Islam!” Maka dia pun masuk Islam.” (HR.
Bukhari no.5657)
Sa’id bin Musayyib meriwayatkan dari ayahnya, dia
berkata, ‘Ketika Abu Thalib hendak dijemput kematian. Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya bersabda, ‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa
Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku jadikan sebagai hujjah untukmu di sisi
Allah kelak.’ (HR. Bukhari no.6681)
KAPAN WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?
Tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang menerangkan waktu-waktu tertentu untuk menjenguk orang sakit. Oleh
karena itu, dapat dilakukan kapan saja, selama tidak merepotkan si sakit dan
keluarganya.
Salah satu alasan menjenguk orang sakit adalah
meringankan penderitaan si sakit dan memberinya dukungan moral, sehingga sangat
tidak bijaksana jika kedatangan kita malah merepotkan yang bersangkutan.
Waktu yang tepat untuk menjenguk berbeda-beda pada
setiap keadaan. Berbeda-beda dari waktu ke waktu dan antara satu tempat dengan
tempat lainnya. Oleh karena itu, kita harus jeli mencari waktu yang pas untuk
menjenguk, mampu memperkirakan kondisi si sakit & keluarganya (sedang
beristirahat atau tidak, sedang banyak tamu atau tidak, dan lain sabagainya).
PERSINGKAT WAKTU KUNJUNGAN!
Hendaknya kita memperhatikan waktu ketika menjenguk
orang sakit. Jangan sampai terlalu lama, karena hal ini bisa membebani bahkan
menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.
Ibnu Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata,
‘Sebaik-baik kunjungan kepada orang sakit ialah yang paling singkat.’
Asy-Sya’bi mengatakan, ‘Kunjungan orang dungu lebih
berat dirasakan oleh keluarga si sakit daripada sakitnya salah seorang angota
keluarga mereka. Yaitu, orang yang datang menjenguk pada waktu yang tidak tepat
dan duduk terlalu lama.’ (lihat At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/277)
Namun, apabila si sakit suka berlama-lama dengan
penjenguknya, dan ingin dikunjungi sesering mungkin, maka sebaiknya keinginan
tersebut dikabulkan oleh si penjenguk. Sebab, hal ini berarti memberikan
kegembiraan dan dukungan moral kepada si sakit.
Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam terhadap Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia menjadi korban perang
Khandaq. Ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar Sa’ad
dibuatkan kemah di dalam masjid agar beliau bisa menjenguknya dari dekat.
Sahabat mana yang tidak suka ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
dan dikunjungi berulang kali? (lihat Bukhari no.463)
BERAPA KALI MENJENGUK SESEORANG?
Hal ini dikembalikan kepada kebiasaan, kondisi
penjenguk, kondisi si sakit, berapa jauh hubungan yang bersangkutan dengan si
sakit.
Orang yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari
waktu ke waktu, dalam hal ini tidak ada batasan waktu tertentu.
MENJENGUK ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA
Orang sakit yang dapat merasakan kehadiran kita dan
yang tidak dapat merasakan kehadiran kita (misalnya karena pingsan atau koma),
sama-sama memiliki hak untuk dijenguk. Janganlah kita enggan menjenguknya,
dengan alasan, toh…mereka tidak tahu dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat
merasakan kehadiran kita.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, ‘Anjuran menjenguk
orang sakit tidak hanya ditujukan agar si sakit mengetahui penjenguknya. Sebab,
di balik kunjungan itu ada dukungan moral kepada keluarganya, harpaan
mendapatkan berkah dari doa penjenguk, sentuhan tangannya kepada si sakit,
meniupkan bacaan mu’awwidzat, dan lain-lain.’ (Fathul baari, 10/119)
DIMANA POSISI DUDUK PENJENGUK?
Orang yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si
sakit.
‘Adalah nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika
menjenguk orang sakit, beliau duduk di sisi kepalanya.’ (HR. Bukhari dalam
Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)
Diantara manfaat duduk di sisi kepala si sakit:
memberi rasa akrab kepada si sakit, dan memungkinkan bagi penjenguk untuk
menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya, meniupnya dengan ruqyah, dan lain
sebagainya.
MENANYAKAN KEADAAAN SI SAKIT
Ada baiknya kita menanyakan keadaan si sakit,
sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha, Ketika
Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal
terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah,
bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari
no.5654)
JANGAN PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!
Diantara maksud mengunjungi si sakit adalah untuk
meringankan kan penderitaannya, oleh karena itu jangan sampai membebani bahkan
menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.
Satu hal yang dapat membebani si sakit atau
keluarganya adalah pertanyaan kronologis musibah atau penyakit. Si sakit atau
keluarga diminta untuk menceritakan kronologis kejadian yang cukup panjang; dan
repotnya lagi, cerita ini harus diceritakan berulang kali karena hampir setiap
pembesuk menanyakan, ‘awal mulanya bagaimana?’ ; ‘kejadiannya bagaimana?’ 1
HIBUR & BERIKAN HARAPAN SEMBUH!
Ada baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga
si sakit dengan pahala-pahala yang akan di dapat mereka.
‘Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang
lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon
meruntuhkan daun-daunnya.’ (HR. Muslim)
‘Cobaan itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan
mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada hartanya, sehingga ia
bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.’ (HR. Tirmidzi)
‘Saat orang-orang tertimpa musibah diberi pahala di
hari kiamat nanti, orang-orang yang selamat dari berbagai musibah tersebut
berharap seandainya dahulu di dunia kulit mereka dikerat dengan gergaji besi…’ (HR.
Tirmidzi)
Ada baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh
kepada si sakit. Misalnya dengan mengatakan. ‘Tidak perlu
kuatir, insya Allah Anda akan sembuh.’ atau ‘penyakit ini tidak
berbahaya, Anda akan segera sembuh,insya Allah.’ atau kalimat-kalimat lain
yang dapat menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.
JANGAN MENAKUT-NAKUTI!
Apa yang kita sampaikan kepada si sakit maupun
keluarganya, harus kita perhatikan benar-benar. Ucapkanlah kalimat-kalimat yang
baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau meringankan musibah yang dialami
mereka. Jangan sampai apa yang kita sampaikan malah menimbulkan rasa takut
& cemas terhadap si sakit maupun keluarganya.
Diantara yang dapat menimbulkan rasa takut adalah
cerita atau kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama, namun berakhir
dengan cacat seumur hidup, dengan kematian….; kalau maksud yang bercerita
adalah agar keluarga si sakit berhati-hati dan waspada terhadap musibah yang
diderita si sakit, alangkah baiknya jika di kemas dengan kalimat-kalimat yang
baik.2
MEMAHAMI KELUHAN SI SAKIT
Keluhan yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:
Pertama, diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan
kejengkelan. Hal ini tentnu saja dilarang oleh agama Islam, karena merupakan
indikator lemahnya keyakinan dan tidak rela terhadap qadha dan qadar Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit
segera diingatkan, dinasehati dengan cara yang baik.
Kedua, diucapkan dalam rangka memberi informasi tentang dirinya tanpa mengharap
belas kasih kepada makhluk dan tidak pula menggantungkan harapan kepada mereka.
Hal ini tentu saja boleh dilakukan, bahkan didukung oleh dalil syari:
Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
‘Aku pernah menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam, sementara beliau sedang menderita demam. Lalu aku menyentuhnya dengan
tanganku, kemudian aku mengatakan, ‘Sungguh, Engkau menderita demam yang sangat
berat.’ Beliau menjawab, ‘Ya, seperti layaknya demam yang diderita oleh dua
orang dari kalian.’ ‘Engkau mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu Mas’ud. Beliau
menjawab ,’Ya. Tidaklah seorang muslim mengalami penderitaan -sakit dan
sebagainya- melainkan Allah akan merontokkan keburukan-keburukannyaa sebagaimana
pohon merontokkan daunnya.” (HR. Bukhari no.5667)
MENANGIS DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?
Yang nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah
bin Umar meriwayatkan,
‘Sa’ad bin Ubadah pernah mengeluhkan sakit yang di
deritanya, kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya
bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin
Mas’ud. Ketika beliau menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh
keluarganya. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia sudah meninggal?’ Mereka
menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’ Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis,
dan ketika orang-orang melihat tangisan nabi, maka mereka pun menangis. Lalu
beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak mengadzab
karena linangan air mata maupun kesedihan hati, melainkan mengadzab karena ini
-dan beliau menunjuk ke arah lidahnya- atau Dia berbelas kasih. Dan
sesungguhnya mayit itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang meratapi
(kepergian) nya.’ (HR. Bukhori no.1304)
MENDOAKAN SI SAKIT
Orang yang menjenguk orang sakit hendaknya tidak
berkata-kata kecuali sesuatu yang baik. Sebab para malaikat akan mengamini apa
yang akan diucapkannya.
Dari Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
‘Apabila kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka
ucapkanlah kata-kata yang baik. Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang
kamu ucapkan.’ Kemudian, kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia,
aku pun mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya
Rasulullah, Abu Salamah sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas bersabda, ‘Ucapkanlah:
Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku pengganti yang baik.‘ Ummu
Salamah berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian Allah memberiku pengganti
yang lebih baik bagiku daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad Shallallahu
Alaihi wa Sallam.’ (HR. Muslim no.919)
Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan berdoa
agar si sakit diberikan rahmat, ampunan, kebersihan dari dosa, keselamatan, dan
kebebasan dari penyakit. Diantara doa yang pernah dibaca oleh Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam:
1. Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in
syaa’allooh.” ‘tidak mengapa, semoga dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya
Allah.’ (riwayat Bukhari dalam al fath: 10/118)
Kata ‘tidak mengapa’ maksudnya ialah bahwa sakit itu
dapat menghapus kesalahan. Jika mendapat kesembuhan setelah sakit, maka berarti
mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Dan jika tidak, maka akan mendapatkan
keuntungan berpa penghapusan dosa.
2. Membaca doa: “ As alukalloohal-’azhiima, robbal
‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka.” (7x) “Aku memohon kepada Allah yang
Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung agar menyembuhkanmu.”
‘Tidak ada seorang muslim yang menjenguk seorang yang
sedang sakit yang belum sampai kepada ajalnya, lalu dia membacakan doa As
alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka tujuh kali,
kecuali dia akan sembuh.’ (Shahih At Tirmidzi: 2/210)
RUQYAH KEPADA SI SAKIT
Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan untuk
melakukan ruqyah terhadapnya. Terutama kalau si penjenguk termasuk orang yang
bertakwa dan shalih. Karena ruqyah yang dilakukannya akan memberikan manfaat
yang lebih besar daripada orang lain (karena faktor ketakwaan &
keshalihannya tersebut).
Di antara ruqyah syariah yang ada:
1. Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al
ikhlas, al falaq, dan an naas)
‘adalah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika
salah satu dari keluarganya sakit, beliau meniup keluarganya dengan (bacaan)
mu’awwidzat…’ (HR. Muslim no.2192)
2. Ruqyah dengan surat al fatihah
Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri
terhadap kepala suku yang tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)
3. Ruqyah dengan doa
‘Adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika salah seorang dari kami mengeluh sakit, maka beliau mengusapnya dengan
tangan kanannya, kemudian beliau mengucapkan: “Hilangkanlah penderitaan ini
wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah, karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan.
Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit.” (HR. Muslim no.2191)
KARANGAN BUNGA?
Ada sebagian orang yang ketika mengunjungi orang sakit
selalu menyempatkan diri untuk membawa karangan bunga kepada si sakit. Ada pula
yang menelipkan tulisan yang berisi ungkapan dan harapan agar lekas sembuh. Hal
ini dilarang, karena:
- tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.
- mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian, rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan-ungkapan kering dan harapan-harapan yang tidak bisa dimajukan atau diundur.
- mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat-ayat al quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali akan layu sehari atau dua hari kemudian.
MEMBACAKAN SURAT YASIN?
Ada sebagian orang yang membacakan surat yasin kepada
orang yang sakit, terutama jika si sakit sudah sangat parah, koma, atau jika
dalam keadaan menjemput ajal.
Mereka berdasarkan pada:
“Tidak seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan
buatnya surat yasin, kecuali pasti diringankan/dimudahkan kematiannya.”
Keterangan:
hadits ini derajatnya “Maudhu/palsu”,
diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalan Akhbar al Asbahan 1/188, di dalamnya ada
seorang perowi yang suka memalsukan hadits yang bernama ‘Marwan bin Salim Al
Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan bahwa Marwan bin Salim dalam
meriwayatkan hadits tergolong ‘MUNGKARUL HADITS’ (lihat: Mizanul I’tidal
4/90). 3
“Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan
mati di antara kamu.”(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i. Derajat hadits
Dhaif.)4
Karena hadits-hadits di atas adalah dhaif &
maudhu/palsu, maka pembacaan surat yasin untuk orang-orang yang akan mati tidak
dapat diamalkan. Hal ini sebagaimana keterangan para ulama bahwa hadits lemah
tidak dapat dipakai sebagai dasar suatu amalam meskipun hanya fadhaail amal.
Soal aqidah, ibadah, muamalah, maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil
yang shahih. Di antara salah satu sebab munculnya bidah adalah karena
pengamalan hadits-hadits lemah maupun palsu. Tidak dibenarkan menetapkan hukum
syari, baik hukum mustahab (sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah.
Inilah pendapat yang benar. Konsekuensinya, tidak ada perbedaan antara hadits
tentang fadhaail amal dengan hadits tentang hukum. Inilah pendapat mayoritas
ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani, Imam Asy Syaukani, Al Allamah
Shiddiq Hasan Khan dan Syaikh Muhammad Syakir serta lainnya.
PERLUKAH EUTHANASIA?
Terkadang, karena sakit yang diderita sangat berat,
atau keluarga sudah tidak tega melihatnya; serta menurut ilmu medis, pasien
tersebut tidak dapat sembuh, baginya kematian hanya soal waktu; seseorang
disarankan atau meminta suntikan euthanasia, sehingga si sakit dapat segera terbebas
dari penderitaan yang sering dialaminya selama ia masih hidup.
Euthanasia sebaiknya tidak dilakukan, hal ini karena:
euthanasia menghalangi si sakit ataupun orang-orang di sekitar si sakit untuk
mendapatkan manfaat dari status kehidupannya.
Dengan tetap hidup dengan kondisi semacam itu, si
sakit akan dihapus catatan buruknya dan diangkat derajatnya, jika ia memiliki
iman dan ihsan.
Dengan tetap hidup, yang bersangkutan terkadang
mendapatkan doa yang baik dan diterima oleh Allah. Sehingga disembuhkan oleh
Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, atau diampuni dosa-dosanya berkat
doa sesama muslim yang ditujukan kepadanya.
Dengan tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya
yang dirundung kesedihan dan kegelisahan akan dihapus.
‘Tidaklah seorang muslim mengalami kepayahan,
kesakitan, kegelisahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, bahkan duri yang
menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya. ‘
(HR. Bukhari no.5642)
Dengan tetap hidup, maka kebajikannya akan tetap
mengalir dan tidak terputus, terutama jika yang bersangkutan adalah seorang
ayah atau ibu.
Dan dengan tetap hidup, maka pahala akan tetap
melimpah kepada orang yang menjenguk dan mengunjungi si sakit. Penjenguk akan
mendapatkan shalawat dari 70 ribu malaikat yang ditugaskna mendoakannya, insya
Allah.
Semoga bermanfaat, Allahu A’lam 5
- ….Pengalaman saya, saking lelahnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berulang tersebut, suatu saat ketika ada anggota keluarga yang sakit, ada niatan untuk menjelaskan kronologis & riwayat penyakit, gejala-gejala, pengobatan yang sudah dilakukan, dan lain sabagainya dalam sebuah tulisan, sehingga ketika ada pembesuk yang bertanya, tinggal diminta untuk membaca tulisan tersebut. Atau si sakit diminta bercerita sekali untuk direkam. Ketika pembesuk datang, kita tinggal mendengarkan rekaman tersebut. Yang terkadang lebih menjengkelkan lagi, … pengunjung kurang puas ketika anggota keluarga yang menceritakan, menjelaskan. mereka ingin mendengar langsung dari si sakit. padahal, si sakit dalam keadaan lemah, dan sudah berulang kali menceritakan hal yang sama. semoga kejadian ini tidak menimpa pembaca. …. [1]
- ….
pengalaman saya, ketika anggota keluarga ada yang sakit, ada beberapa
pengunjung yang bercerita yang malah menimbulkan ketakutan bagi si sakit;
‘wah, hati-hati. saudara dan teman-teman saya yang mengalami seperti ini
harus dioperasi. operasi nya begini…begini…. biaya begini…. hasilnya;
kalau gak wassalam -maksudnya meninggal-, ya cacat seumur hidup…. Kemudian
menceritakan masing-masing orang. Si A…. si B…. si C ….
Kejadian seperti ini sering terjadi, pingin nya mengusir bahkan mendepak keluar penjenguk yang memiliki perangai seperti itu,…namun sayang orangnya lebih tua dari saya!!! Bagi saya… yang masih sadar, mungkin bisa mengabaikan cerita tersebut, namun tidak ada jaminan cerita tersebut tidak masuk dalam benak si sakit ataupun anggota keluarga yang lain. Semoga kita dijauhkan dari hal yang demikian. amin. …. [2] - Penjelasan Gamblang Seputrar Hukum Yasinan, Tahlilan, & Selamatan, hal:47; dan Bincang-bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, hal:23 [3]
- Al Masaa-il, hadits 201; hal:286 [4]
- Sumber bacaan & pengambilan:
- Al Masaa-il jilid 1, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah Press, Cet.5. tahun 2005
- Berbahagialah Wahai Orang Sakit, Dr. Muhammad Al Burkan, Pustaka At Tibyan, tanpa tahun
- Bincang-Bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, Ust. Abu Ihsan Al Atsari, Pustaka At Tibyan, Cet.3, Juni 2007
- Doa & Dzikir Nabi, Dr. Said bin Ali bin Wahf al Qahthani, Maktabah AL Hanif, cet.1, Juni 2005
- Ensiklopedi Islam Al Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri, Darus Sunnah Press, Cet.3, November 2007
- Etika Menjenguk Orang Sakit, Fuad Abdul Aziz Asy Syalhub, Pustaka Elba, Cet.1, Oktober 2006
- Hadits Qudsi Shahihain (Bukhari Muslim), Irfan bin Salim ad Dimasyqi, Media Hidayah, Cet.1, April 2006
- Menyongsong Doa Malaikat, Prof. Dr. Fadhl Ilahi, Wafa Press, Cet.1, Juni 2008
- Penjelasan Gamblang Yasinan, Tahlilan & Selamatan, AL Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib, Pustaka Al Ummat, Cet.5, Agustus 2007
- Tetap Bahagia di Saat Sakit, Abdul Muhsin bin Zainuddin bin Qaasim, Rumah Dzikir, tanpa tahun [5]
- Artikel: jilbab.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar